Kisah ini berawal ketika aku sering ditugaskan kantorku ke luar kota
untuk mengikuti training, melakukan negosiasi dan maintain pelanggan
yang umumnya adalah perusahaan asing. Oh ya, saya John, 32 tahun,
berkeluarga dan tinggal di wilayah timurnya Jakarta. Bekasi kali ye.
Sebetulnya sejauh ini tidak ada yang kurang dengan keluarga dan
profesiku sebagai orang marketing. Sebagai tenaga penjual dengan
berbagai training yang pernah kuikuti aku tidak pernah kekurangan teman,
pria maupun wanita.
Di mata istriku aku adalah seorang ayah yang baik, penuh perhatian dan
selalu pulang cepat ke rumah. Namun di balik itu, sebuah kebiasaan, yang
entah ini sudah kebablasan, aku masih suka iseng. Iseng dalam arti
awalnya cuma ingin memastikan bahwa ilmu marketing ternyata bisa
diterapkan dalam mencari aPapaun termasuk teman cewek, hehehe..
Marketing menurutku bersaudara dengan rayu merayu customer, yah si cewek
tadi juga bisa tergolong customer.
Anyway, Anne adalah orang kesekian yang masuk perangkap ilmu marketing
versi 02 (versi 01 adalah customer beneran). Anne gadis berkulit putih
berusia 23 tahun, lulusan universitas ternama, tinggi 167, berat 50,
(buset, kapan gue ngukurnya ya). Ukuran bra gak hapal, karena sebetulnya
aku lebih terkonsentrasi dengan yang di balik bra itu. Mojang Bandung
ini kukenal dalam sebuah training di Puncak, Bogor. Dia dari sebuah
perusahaan Periklanan di seputaran Sudirman Jakarta dan aku dari
perusahaan konsultan Manajemen di sekitar Casablanca, juga di Jakarta.
“Hai Anne, tadi kulihat kamu ngantuk ya?” kataku ketika rehat kopi sore itu di sebuah training yang kuikuti.
“Iya nih, gue ngejar deadline 2 hari dan boss langsung nyuruh ke training ini” katanya.
“Kemari dengan siapa?” kataku menyelidik
“Sendiri.., napa, elo diantar ama bini ya?” Buset dah ketahuan nih gue udah punya bini.
“Ah, enggak, gue sama Andre.. tuh..” kataku sambil menunjuk Andre yang sedang asyik ngobrol dengan peserta lain.
“Lo sendiri kok gak ngantuk sih?”
“Gimana bisa ngantuk sebelah gue ada cewe cakep, hehehe..”
“Ah, masa? Siapa?” Ye, pura pura dia, pikirku.
“Itu tuh, yang tadi ngantuk..”
“Ah, sialan lo..” sambil tangannya mencubit lenganku.
Usai sesi yang melelahkan sore itu, kami kembali ke kamar masing masing.
Aku antar dia sampai pintu kamarnya dan janjian ngobrol lagi sambil
makan malam.
“Hmm..elo kok nggak bawa jaket An?” kataku ketika dia kulihat agak meringkuk kedinginan di meja makan.
“Iya nih, buru buru.. kelupaan”
“Aku masih punya satu di kamar, biar aku ambilkan”
“Oh, gak usah John.. toh cuma sebentar..”
Tapi aku keburu pergi dan mengambilkan baju hangatku untuknya.
“Thanks, John.. elo emang temen yang baik” katanya sambil mengenakan
sweater. Aku membayangkan seandainya aku jadi sweater, heheheh..
Usai makan nampaknya dia buru buru ingin masuk ke kamar. Anne tidak
menolak ketika aku menawarkan mengantarkannya. Di depan pintu kamar dia
malah menawarkan aku masuk, pengen ngobrol katanya. Alamak, pucuk
dicinta ulam tiba. Aku pura pura lihat jam. Masih jam besar 20.15.
“Lain kali aja deh, gak enak kan ntar apa kata teman teman” kataku agak
nervous tapi dalam hati aku berdoa, mudah mudahan dia tidak basa basi.
“Cuek aja John, kita kan ada tugas bikin outline..” Memang kebetulan aku
dan Anne satu group dengan 3 orang lainnya, tetapi tugas itu sebetulnya
bisa dikerjakan besok siang. Akhirnya aku masuk, duduk di kursi. Anne
menyetel TV lalu naik ke ranjang dan dengan santai duduk bersila.
“Gimana An, kamu udah punya gambaran tentang tugas besok?” kataku basa basi.
“Belum tuh, males ah ngomongin tugas, mending ngobrol yang lain saja”
Horee.. aku bersorak, pasti dia mau curhat nih. Bener juga.
“John, gue jadi inget cowok gue yang perhatian kayak elo..sama bini elo juga begitu ya?”
“Yah, Anne.. biasa sajalah, sama siapa siapa juga orang marketing harus baik dong, apa lagi sama cewe kayak elo.. hehehe..”
“Tapi gue akhirnya mengerti kalau cowo perhatian itu gak hanya punya satu cewe, tul gak sih?”
“Tergantung dong An, buktinya gue punya bini satu, hahaha..”
“Tapi kayaknya elo juga punya cewe lain.. ya kan?”
“Kok tau sih?” kataku pelan.
Aku jadi ingat Vina mahasiswi yang minta bantuanku menyelesaikan
skripsinya dan akhirnya bisa tidur dengannya. Tapi sungguh, aku tidak
merusaknya karena aku mengenalnya dengan cara baik baik dan dia tetap
virgin sampai akhirnya menikah.
“Stereotip saja, berbanding lurus dengan keramahan dan perhatiannya” katanya lagi dengan senyum yang genit.
“Kenapa emang An, elo lagi ada masalah dengan cowo lo yang ramah itu?”
“Justru itu John, gue lagi mikir mau putus sama dia. Eh, sori kok malah curhat..”
“Santai aja An, setiap orang punya masalah dan banyak cara menghadapinya” kataku seolah psikolog kawakan.
“Gue melihat dia jalan ama temen gue, dan kepergok di kosan temen gue itu”
“Trus?”
“Gue gak bisa maafin dia..”
“Ya, sudah mungkin kamu masih emosi saja, santai saja dulu masih banyak
pekerjaan. Toh kalau jodoh dia pasti pulang ke pangkuanmu..” kataku.
“Kadang gue pengen balas aja, selingkuh sama yang lain, biar impas..”
“Hmm.. tapi itu kan gak menyelesaikan?”
“Biar puas aja..” Tiba tiba dia menangis.
Wah gawat nih, pikirku. Aku mendekat dan berusaha membujuknya. Lalu entah bagaimana ceritanya aku sudah memeluknya.
“An, jangan nangis, entar orang orang pada dengar”
Bukannya mereda, tangisnya malah makin keras. Kudekap dia sehingga
tangisnya teredam di dadaku. Jantungku berdebar tak karuan. Telunjukku
menyeka air matanya. Kupandangi wajahnya. Bodoh amat nih cowoknya, cewe
cakep begini kok disia siakan pikirku. Dan tanpa sadar aku mencium
pipinya, dia melihatku dengan mata sayu lalu tiba tiba Anne membalas
dengan kecupan di bibir. Wah, seperti keinginan gue nih, pikirku dalam
hati.
Dan seperti kehilangan kontrol akupun membalas menghisap bibir mungil
yang harum dan merekah itu. Anne membalas tidak kalah hotnya. Napasnya
terengah engah tanda napsunya mulai naik. Dengan lembut kutidurkan dia.
Dan dengan lembut pula tanpa kata kata, dari balik sweater aku sentuh
kedua bukit kembar menantang itu. Anne mendesis desis.
“Terus John, perhatian elo bikin gue jadi wanita..”
“Tenang sayang, wanita seperti kamu memang pantas diperhatikan.. hmm?”
Seperti minta persetujuannya, perlahan aku angkat sweater dan tshirtnya.
Sekarang kedua bukit kembarnya terbuka. Buset dah, putingnya sudah
menonjol keras dan tak ada waktu lagi untuk tidak menyedotnya. Aku
memang paling hobby menetek dan menghisap benda terindah di dunia ini.
Anne terus mendesis desis. Tangannya juga sudah menggenggam senjataku
yang mulai mengeras.
“Uh.. ahh.. uh..”
“Anne.. tubuhmu indah sekali..” Kataku memuji seperti halnya memberi pujian kepada customer perusahaanku.
“Ayo, John.. jangan dilihat saja, aku rela kamu apakah saja..”
“Iya, sayang..” kataku, sambil tanganku merogoh bagian depan celana jinnya.
Tangannya membantu membuka retsileting dan dengan cepat Anne sudah
terlihat dengan CD warna kremnya. Hmm, seksi sekali anak ini, pikirku.
Hmm..dari balik CD-nya terlihat bulu bulu halus dan hitam legam. Uh, aku
sudah tidak sabar lagi namun dengan tenang aku mengelusnya dari luar.
Anne menggelijang, matanya terlihat saya menahan gejolak. Perlahan
kuturunkan CD-nya. Uh, sodara sodara, tercium aroma yang sangat kukenal,
dia pasti merawat benda yang paling dicari semua laki laki ini dengan
baik.
“Anne.. boleh aku cium?” bisikku pelan.
Anne mengangguk lemah dan tersenyum. Perlahan Anne merenggangkan kedua
kakinya. Pasrah. Dengan kedua jariku, kubuka vaginanya dan terlihat
klitorisnya yang merah merekah. Basah. Sungguh indah dan harum.
Kujulurkan lidahku di sekitar pahanya sebelum mencapai klitorisnya. Anne
mendesis desis dan mulai meracau dan terlihat seksi sekali.
“Ayo, John.. jangan buat gue tersiksa.. terus ke tengah sayang..”
Aku malah menjilat bagian pusernya membuat dia uringan uringan dan makin
bernafsu. Bermain sex memang perlu teknik dan kesabaran tinggi yang
membuat wanita merasa di awang awang.
“Johnn.. gila lo, ke bawah sayang.. please..”
“Hmm.. iya nih, gue emang udah gila melihat memek yang indah ini sayang” kataku terengah engah.
Akhirnya lidahku hinggap di labia mayoranya. Kusibak dengan lembut
rimbunan hutan yang sudah becek itu. Kuhurip cairan yang meleleh di sela
selanya. Kelentitnya kuhisap seperti menghisap permen karet. Akibatnya
pantatnya terangkat tinggi dan Anne menjerit nikmat. Lidahku terus
merojok sampai ke dalam dalamnya. Kuangkat pantatnya dan kupandangi,
lalu kusedot lagi. Anne berteriak teriak nikmat. Aku jadi kuatir kalau
suaranya sampai keluar. Kupindahkan bibirku ke bibirnya.
“Tenang sayang, perang baru dimulai..” Kataku berbisik.
Ia mengangguk dan perlahan aku putar posisi menjadi 69. Posisi yang
paling aku sukai karena dengan demikian seluruh isi memeknya terlihat
indah. Batangku juga sudah terbenam di bibirnya yang mungil dan terasa
hangat serta nikmat sekali. Kutahan agar aku tidak meletus duluan.
“Punya kamu enak John..” Pujinya layaknya memuji Customer.
“Iya, sayang punya kamu lebih enak dan baguss sekali..” kataku terengah engah.
“Uh, becek sayang..”
Aku lanjutkan menjilat seluruh permukaan memeknya dari bawah. Uh, benar
pemirsa, siapa tahan melihat barang bagus dan cantik ini. Yang luar
biasa, aku yakin dia masih perawan. Bentuk kemaluannya menggelembung dan
benar benar seperti belum pernah tersentuh benda tumpul lain.
“Anne.. kamu masih perawan sayang..”
“Iya, John.. gue belum pernah..”
“Iya, kamu harus jaga sampai kamu menikah..”
“Gue gak tahan John, cepetan sayang..”
Sungguh, meski banyak kesempatan aku belum pernah berpikir memerawani
cewek baik seperti Anne ini, kecuali istriku. Wanita yang kutahu sedang
stress dan sedang mencari pelarian sesaat ini harus ditenangkan. Akan
buruk akibatnya ketika dia sadar bahwa keperawanannya diberikan kepada
orang lain yang bukan suaminya. Aku percaya jika sudah mencapai orgasme
dia justru akan berterima kasih dan menginginkannya lagi. Kembali
kujelajahi kemaluannya. Cepat cepat aku jilat berulang ulang
klitorisnya. Dan sodara pemirsa, apa kataku, pantatnya tiba tiba menekan
keras wajahku dan mengejang beberapa kali..lalu mengendur.
“Uuhh.. gue nyampe Johnn.. aahh.. uhh.. uhh..”
Masih dalam posisi 69, Anne terdiam sesaat, kulihat kemaluannya masih
merekah merah. Perlahan ia mulai bangkit dan mngecup bibirku.
“Sorry sayang, gue duluan..”
“No problem Anne.. kamu merasa mendingan?”
Ia mengangguk, memelukku dan mencium bibirku.
“Terima kasih John, elo emang hebat..”
“Iya nih, Ann, gue minta maaf jadi telanjur begini..”
“Gak Papa kok, gue juga senang..”
Kami mengobrol sebentar namun tangannya masih menyentuh nyentuh
batangku. Ia mengambilkanku minuman dan menyorongkan gelas ke bibirku.
Ketika tegukan terakhir habis, bibirku perlahan mengulum bibirnya.
Putingnya mulai mengeras dan aku mulai aksi sedot menyedot seperti bayi.
Anne kembali menggelijang.
Aku bisikkan perlahan, “Anne.. gue pengen menggendong kamu sayang”.
“Hmm..mulai nakal ya..” katanya dan merentangkan tangannya.
Aku peluk dan angkat dia lalu kusenderkan ke dinding dekat meja rias.
Dari balik cermin kulihat pantatnya yang montok dan mulus itu, membuat
gairahku meledak ledak. Dengan posisi berdiri, tubuhnya sungguh seksi.
Aku perhatikan dari atas ke bawah, sungguh proporsional tubuhnya. Segera
kusedot putingnya dan jariku sebelah kiri segera mengelus rimbunan
hutan lebatnya.
Basah, hmm..dia mulai naik lagi. Klentitnya kupilin pilin pelan dan Anne mendesis seperti ular.
Making love sambil berdiri adalah posisi favoritku selain 69. Perlahan
sebelah kakinya kuangkat ke kursi pendek meja rias dan terlihatlah
belahan memeknya yang merah merekah, indah dan seksi sekali Kuturunkan
kepalaku dan segera kutelusuri paha bawahnya dengan lidahku. Dari bawah
aku lihat wajahnya mendongak ke atas menahankan nikmat. Sungguh saat itu
Anne kelihatan sangat seksi. Sebelum lidahku mencapai kelentitnya, aku
sibakkan labia mayoranya dengan kedua Ibu jari. Hmm.. sungguh harum.
“Cepat John.. gue udah gak tahan.. jilat sayang.. jilat..”
Benar benar nikmat melihatnya tersiksa, namun sebetulnya aku lebih
tersiksa lagi karena batangku sudah mengeras bagaikan batu. Aku nyaris
tak bisa menahan klimaks, namun aku harus membuatnya orgasme untuk kedua
kalinya. Benar saja, begitu lidahku menyedot klitorisnya, Anne langsung
mengejang dan berteriak pertanda orgasme. Kusedot habis cairannya. Luar
biasa, aku menikmati ekspresinya ketika mencapai orgasme dan itu
jugalah puncak orgasmeku. Cepat aku berdiri dan aku tekan batangku ke
sela sela pahanya dan seketika muncratlah semua. crott.. crott..!
Wuahh..
“Oh John, kita keluar bersamaan sayang..”
“Iya, enak banget An.. elo membuat gue gila..”
“Sama.., gue berterima kasih elo menjaga gue..”
“Gue sayang kamu An..”
*****
Pemirsa, begitulah ceritanya. Tak selamanya seks harus membobol gawang.
Setelah kejadian itu Anne makin ketagihan. Dia sangat terkesan bisa
mencapai orgasme tanpa merusak keperawanannya. Dia juga menyukai posisi
69 dan posisi berdiri yang bisa mirip 69. Kadang kadang aku datang ke
kantornya dan hanya dengan mengangkat roknya aku menjelajahi area area
sensitifnya secara cepat dan efisien. Dan pada saat yang sama aku juga
mencapai orgasme. Masih ada Vina dan Dina yang ketagihan seperti Anne.
Aku selalu bilang pada wanita wanita berpendidikan itu bahwa suatu saat
mereka akan menikah dan aku berjanji tidak akan memerawaninya. Cukuplah
69!